katazikurasana30. Diberdayakan oleh Blogger.

Contoh Landasan Teori dan Karakteristik Siswa Sekolah Dasar dalam Skripsi Matematika


BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
     Jean Piaget (1986-1980) menyatakan bahwa struktur kognitif sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan skema-skema. Seseorang individu mengikut, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena objek skemata yang bekerja. Skemata orang dewasa lebih lengkap dari anak-anak.
     Pendapat Jean Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut ;
a.       Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan keinginan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.
b.      Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu menurut suatu urutan yang sama bagi semua orang.
c.       Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan yang sama bagi semua orang.
d.      Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dan satu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
e.       Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu : kematangan, pengalaman,  interaksi sosial,  dan  equilibration (proses dari ketiga faktor di
atas bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental).
      Perkembangan skemata berlangsung terus menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk pola penalaran tertentu pada anak. Makin baik skemata anak, makin baik pula pola penalaran anak tersebut. Proses terjadinya adaptasi dari skemata ada dua cara, yaitu : asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru tidak dapat di asimilasi, karena tidak ada skema yang sesuai yang telah dimilikinya.
     Piaget membagi 4 tingkat perkembangan kemampuan otak untuk berpikir mengembangkan pengetahuan (kognitif), yaitu :
a.       Sensori motorik (umur 2 tahun)
1.      Pengalaman berdasarkan gerakan fisik dan sensori.
2.      Mampu melambangkan objek fisik ke dalam lambing-lambang, meniru suara mobil dan gerakan-gerakan.
3.      Pada awalnya objek-objek menyatu dengan dirinya, selanjutnya terpisah dari dirinya.
b.      Pra operasional (umur 2-7 tahun)
1.      Pengalaman berdasarkan pengalaman konkret daripada logis.
2.      Anak belum memahami konsep kekekalan (konservasi) banyak, materi, volume, panjang dan luas.
c.       Konkret operasional (umur 7-11 tahun)
1.      Anak secara lengkap memahami konsep kekekalan.
2.      Anak mampu mengurutkan objek.
3.      Mampu membedakan dua benda yang berbeda karakteristik.
4.      Mampu mengikat definisi yang telah ada mengungkapkannya kembali, tapi belum mampu merumuskan sendiri definisi-definisi.
5.      Belum menguasai simbol verbal dan abstrak.
d.      Format operasional (umur 11 tahun ke atas)
     Tahap ini adalah tahap perkembangan akhir dari kognitif anak sehingga segala sesuatu yang belum dipahami pada tahap selanjutnya sudah mulai dikuasai walaupun secara bertahap.
     Ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan segera, khususnya oleh guru, yaitu : strategi memahami isi materi pelajaran dan strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran.
     Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989 : 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi, 1988 : 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996 : 7).
     Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999 : 61).
      Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkontruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.
     Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995 : 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut : (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
    Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skema yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skema sehingga pengetahuan terkait bagaikan jarring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hierarkis (Hudoyo, 1998 : 5).
     Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pembelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
     Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental. Ruseffendi (1998 : 133) mengemukakan bahwa : (1) perkembangan intelektual terjadi melaluia tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap terdebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual, dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
     Berbeda dengan konstruktivisme kognitif ala Piaget, konstuktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999 : 62). Dalam pembelajaran lain Tanjung (1998 : 7) mengatakan bahwa inti konstuktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
     Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999 : 63) adalah sebagai berikut : (a) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (b) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan (c) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

Untuk melanjutkan silahkan ---------- KLIK DISINI -----------   
0 Komentar untuk "Contoh Landasan Teori dan Karakteristik Siswa Sekolah Dasar dalam Skripsi Matematika"

Back To Top