katazikurasana30. Diberdayakan oleh Blogger.

Contoh Pembelajaran bahasa Inggris di SD dalam Skripsi


2.3    Pembelajaran bahasa Inggris di SD
Pelaksanaan pembelajaran Mata Pelajaran bahasa Inggris di SD sudah diperkenalkan sejak adanya ketentuan muatan lokal Mata Pelajaran bahasa Inggris yang memperbolehkan bahasa Inggris dikenalkan di SD. Bahasa Inggris sendiri merupakan salah satu bahasa asing yang paling banyak dipelajari di Indonesia. Selain itu juga bahasa Inggris dipergunakan oleh berbagai negara. Menurut Crystal (Rina dan Sirajuddin, 2003) bahwa bahasa Inggris tersebar dan dipergunakan hampir seperempat penduduk dunia dan terus akan berkembang menjadi satu setengah trilyun pada awal tahun 2000-an ini.
Tujuan pengajaran bahasa Inggris di SD juga mencakup semua kompetensi bahasa, yaitu: menyimak (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Pembelajaran bahasa Inggris pada jenjang pendidikan SD identik dengan mengajari seorang bayi bahasa ibu. Dimana secara umum anak-anak kita di SD belum mengenal bahasa Inggris. Bahasa Inggris sangat berbeda dengan bahasa pertama anak-anak (bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, dan bahasa daerah yang lain di Indonesia). Perbedaan kebahasaan ini penting untuk dipahami guru agar pembelajaran dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Perbedaan tersebut antara lain: ucapan, ejaan, struktur bahasa, tekanan dan intonasi, kosakata, dan nilai kultur bahasa asing. Sehingga hal itu akan berdampak pada pola pengajaran bahasa Inggris pada tingkat SD yang lebih bersifat pengenalan. Sehingga diusahakan sedapat mungkin agar tercapai apa yang disebut “kesan pertama sangat mengesankan yang selanjutnya sebagai motivasi bagi mereka untuk mengeksplorasi khasanah berbahasa Inggris pada tataran lebih lanjut. Maka dari itu diperlukan kiat-kiat khusus berupa penerapan metode-metode pembelajaran yang inovatif.
Karena masih dalam taraf pengenalan maka pendalaman materi hanya dapat berkisar pada tema-tema sederhana yang memungkinkan dalam jangkauan pancaindra siswa dan imajinasi sederhana siswa. Hal tersebut disesuaikan dengan tataran kognitif anak SD. Dalam Buku Belajar dan Pembelajaran 2 Suciati (Pojok Guru, 2010), menuliskan pendapat Piaget yang menjelaskan secara umum perkembangan intelektual anak melalui empat tahapan yaitu sensori motorik (umur 0 – 2 tahun), pra operasional (Umur 2 – 7 tahun), operasional konkret (umur 7 – 11 tahun), dan operasi formal (umur 11 tahun ke atas). Sehingga menurut Piaget, siswa SD berada pada tataran operasional konkrit.
Demikian juga mempertimbangkan suasana lingkungan belajar siswa. Jangan sampai materi yang diberikan secara fakta tidak pernah berinteraksi dan di luar imajinasi siswa. Sehingga harapan kebermaknaan belajar sangat jauh dari harapan. Kita tidak bisa memulai pengenalan belajar bahasa dengan cara menghapalkan kata dan arti, mengenalkan tensis, dan yang lainnya seperti kita belajar sewaktu di bangku SMA. Banyak sekali buku-buku pelajaran bahasa Inggris untuk SD yang ditulis dengan gaya seperti itu. Pola pembelajaran bahasa Inggris dengan tingkat pengenalan sedapat mungkin diciptakan suasana bahwa di ruangan itu adalah ruangan yang segala bentuk tampilan berbahasa menggunakan bahasa Inggris. Menurut Fillmore (Kasihani, 2007) dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa anak-anak yang berhasil dalam pemerolehan bahasa Inggris adalah mereka yang sering berinteraksi dengan orang-orang yang menguasai bahasa Inggris dengan baik. Dan menurut Furqanul dan Chaedar (1996: 93), “...proses belajar berbicara dalam bahasa asing akan menjadi mudah jika pembelajar secara aktif terlibat dalam upaya-upaya untuk berkomunikasi”.
Bahasa Inggris sama halnya dengan bahasa Indonesia adalah merupakan alat komunikasi yang mengandung beberapa sifat yaitu sistemik, manasuka, ujar, manusiawi, dan komunikatif. Disebut sistemik karena bahasa merupakan sebuah sistem yang terdiri dari sistem bunyi dan sistem makna. Menurut Chaedar (1993: 83), “Sistematik berarti mempunyai aturan atau pola. Pada setiap bahasa, aturan ini bisa terlihat dalam dua hal yaitu: (1) sistem bunyi dan (2) sistem makna”. Manasuka karena antara makna dan bunyi tidak ada hubungan logis. Arbitrary berarti selected at random and without reason, dipilih secara acak tanpa alasan” (Chaedar, 1993: 85). Disebut ujaran karena dalam bahasa yang terpenting adalah bunyi, karena walaupun ada yang ditemukan dalam media tulisan tapi pada akhirnya dibaca dan menimbulkan bunyi.”Kita bisa berbicara tanpa menulis, tapi kita tidak bisa menulis tanpa berbicara (pada diri sendiri paling tidak)” (Chaedar, 1993: 86). Disebut manusiawi karena bahasa ada jika manusia masih ada dan memerlukannya (Santosa: 2005). Sehingga pembelajaran bahasa khususnya bahasa Inggris harus dikembalikan sebagai pembelajaran bahasa yang manusiawi. Kita mungkin masih ingat bagaimana orang tua kita mengajarkan bahasa pada adik kita, demikian juga halnya saat kita belajar bahasa, tak terkecuali belajar bahasa Inggris. Tanpa metode apapun mereka mengajarkan bahasa tetapi kita akhirnya dapat berbahasa. Namun ketika menginjak usia sekolah dan mendapat pelajaran bahasa, keadaan menjadi terbalik. Bahasa yang semula merupakan hal yang mudah dan mengasyikkan berubah menjadi pelajaran yang sulit, (Goodman, 1986 dalam Santosa, 2005)”.
Kenyataan di lapangan, pembelajaran bahasa Inggris di SD masih belum menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa untuk pembelajar muda. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Muflikah terhadap pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris SD di Kota Salatiga, dikemukakan sejumlah dimensi pada pembelajaran bahasa Inggris di SD sebagai berikut:
1.      Tujuan pembelajaran adalah agar para siswa memiliki persepsi dan sikap positif terhadap bahasa Inggris. Selain itu, agar para siswa memiliki keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis sederhana dalam bahasa Inggris.
2.      Model silabus yang digunakan adalah silabus tematik. Keterampilan bahasa dan unsur bahasa diajarkan secara terpadu di bawah topik atau tema tertentu.
3.      Aktivitas pembelajaran berbentuk penyelesaian tugas dan dilaksanakan secara klasikal. Prosedur pelaksanaannya dilaksanakan melalui empat tahap yakni membuat rencana pembelajaran, kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
4.      Materi pembelajaran yang digunakan terdiri dari materi pokok dan materi pengembangan. Materi pokok yang digunakan bersumber dari kurikulum bahasa Inggris SD yang ditetapkan oleh Kanwil Depdikbud, Propinsi Jawa Tengah, sedangkan materi pengembangan diambil dari referensi yang lain, materi buatan guru dan materi buatan siswa.
5.      Evaluasi hasil belajar siswa digunakan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris. Dalam pelaksanaannya, penilaian diklasifikasikan dalam empat bagian, yakni prosedur penilaian, jenis penilaian, alat penilaian, dan bentuk pelaksanaan tes. Prosedur penilaian dilaksanakan melalui tes dalam proses dan tes akhir. Jenis tes dilaksanakan melalui tes lisan dan tes tertulis. Alat penilaian berupa soal-soal yang harus dikerjakan oleh siswa melalui tes tertulis. Soal-soal diambilkan dari buku teks, LKS, dan soal-soal yang dibuat oleh guru. Bentuk pelaksanaan tes diberikan melalui tes formatif dan tes sumatif.
6.      Peran guru dalam kegiatan pembelajaran sangat dominan: menjelaskan materi, memberi tugas, mengontrol kelas, dan mengevaluasi hasil belajar siswa.
7.      Peran siswa dalam kegiatan pembelajaran. Siswa hanya melaksanakan tugas yang diinstruksikan oleh guru. Siswa kurang diberi kesempatan untuk berlatih menggunakan bahasa Inggris itu sendiri.

Selain itu, Kasihani dalam Pidato Pengukuhan Guru Besarnya mengungkapkan sejumlah temuan pada pembelajaran bahasa Inggris di SD diantaranya; bahan ajar bahasa Inggris untuk SD cukup banyak di pasaran, namun tidak banyak yang memenuhi syarat untuk dipakai sebagai buku pegangan siswa di kelas. Oleh karena itu, guru harus mampu dan terampil memilih buku dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan tujuan, isi, bahasa, dan tingkat kesulitan untuk siswa. Selain itu, belum tersedianya silabus bahasa Inggris untuk SD yang dilengkapi dengan bahan ajar, petunjuk guru, dan medianya. Lanjutnya, pengajaran bahasa Inggris di SD harus menarik bagi siswa sehingga diperlukan guru bahasa Inggris yang memiliki kemampuan dan keterampilan berbahasa Inggris yang memadai untuk berperan sebagai guru bahasa asing di SD namun sebagian besar (+  80%) mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris yang memadai. Bagaimana guru memandang proses belajar dan cara dia mengajar memberi pengaruh yang cukup besar terhadap proses belajar mengajar. Balhadi (1986: 46) mengemukakan bahwa:
Kelas yang sudah dihinggapi kuman penyakit mental seperti “tidak menyenangi guru”, misalnya, sukar untuk diarahkan kepada tujuan yang sudah ditargetkan, lebih-lebih jika yang menanganinya itu justru guru yang kurang disenangi itu.

Apabila suasana belajar-mengajar menyenangkan, maka siswa akan memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. “Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar” (surur, 2010). Dan menurut pandangan Saefurohman (2009) mengenai pengaruh guru terhadap perhatian siswa pada pelajaran sebagai berikut:
Ternyata, banyaknya siswa yang dianggap lambat dan gagal menerima materi dari guru disebabkan oleh ketidaksesuaian gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, jika gaya mengajar guru sesuai dengan gaya belajar siswa, semua pelajaran akan terasa sangat mudah dan menyenangkan. Guru akan merasa senang karena menganggap semua siswanya cerdas dan berpotensi untuk sukses pada jenis kecerdasan yang dimilikinya.

Dalam pembelajaran bahasa Inggris di SD, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan bagi siswa untuk menerapkan apa yang mereka pelajari dalam situasi yang komunikatif di luar sekolah. Menurut Tarigan & Tarigan (1990: 23), ada tiga ciri khas keterampilan yang berlaku juga dalam keterampilan berbahasa, yakni keterampilan berbahasa bersifat mekanistis, pengalaman, dan jenis pertanyaan aplikasi sangat cocok dalam mengembangkan keterampilan berbahasa. Dan menurut Asyroful (2008: 8) “berbicara bahasa Inggris itu tidak mudah butuh belajar untuk menggunakan bahasa tersebut salah satunya adalah latihan-latihan berbicara menggunakan bahasa Inggris”. Berdasarkan hasil penelitian Rubin dan Thomson (1983), Rubin (1975), dan Stern (1975) mengenai ciri-ciri atau sifat-sifat pembelajar bahasa yang baik, salah satu poin menyebutkan bahwa pembelajar bahasa yang baik adalah pembelajar yang mau berlatih. (Furqanul dan chaedar, 1996: 41). Latihan dalam keterampilan berbicara salah satunya dapat dilakukan dengan melatih dialog atau percakapan. Sebab menurut Tarigan dan Tarigan (1990: 107), “Percakapan merupakan dasar keterampilan berbicara baik bagi anak-anak maupun orang dewasa”. Namun siswa harus menghayati percakapan atau dialog tersebut. Karena siswa yang saat berlatih dialog benar-benar menghayati, suasana hatinya terbawa seolah-olah dia benar-benar menyatu dengan tokoh yang diperankannya itu akan lebih cepat menguasai. Menurut Tarigan dan Tarigan (1990: 107), “Percakapan biasanya dalam suasana akrab, peserta merasa dekat satu sama lain, ada spontanitas”. Pada akhirnya siswa dapat berimprovisasi dan memodifikasi dialog tersebut disesuaikan dengan situasi sehingga dapat digunakan untuk berkomunikasi yang sesungguhnya.
Pada umumnya kelas bahasa Inggris di Indonesia lebih banyak menekankan pada “learning about English” bukan “learning how to use English”, Gebhard (1996) menyatakan bahwa kebanyakan pelajaran bahasa Inggris diarahkan agar siswa dapat menganalisis dan memahami bahasa Inggris sehingga mereka dapat lulus ujian. Sebagai guru bahasa Inggris di SD seringkali dihadapkan pada dua pilihan, mengajar bahasa Inggris untuk mengejar nilai ujian atau melatih kemampuan siswa menggunakan bahasa itu sebagai bahasa komunikasi. Tampaknya pilihan pertama banyak dipilih karena selama ini tolok ukur keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris diidentikkan dengan perolehan nilai ujian. Yang terjadi selanjutnya, pembelajaran di kelas monoton dari hari ke hari. Waktu belajar siswa banyak dihabiskan untuk mengerjakan soal-soal latihan. Untuk keterampilan berbicara siswa, tidak ada keraguan sama sekali bahwa mereka enggan berbicara dalam bahasa Inggris. Mereka tampak merasa malu dan takut salah. Siswandi (2006: 11) mengungkapkan bahwa:
Penyebab kurangnya keaktifan dan keterampilan berkomunikasi akibat tidak adanya keberanian siswa untuk berbicara. Hal ini disebabkan adanya perasaan takut jika pendapat yang diungkapkannya salah atau pendapatnya benar tetapi diungkapkan dengan cara yang salah.

Mereka memang tahu banyak tentang bahasa Inggris tapi sayangnya tidak tahu harus berbuat apa terhadap bahasa Inggris. Siswa tidak berani untuk berbicara bahasa Inggris. Jika tidak ada keberanian untuk mengungkapkan apa yang harus dibicarakan maka keterampilan dalam menggunakan bahasa Inggris tidak akan tercapai dengan baik, keberanian pada dasarnya perlu dilatih siswa tidak akan tumbuh keberaniannya kalau tidak ada metode yang mampu merangsang keberanian siswa karena keberanian tidak tumbuh begitu saja tanpa ada pelatihan secara bertahap.
0 Komentar untuk "Contoh Pembelajaran bahasa Inggris di SD dalam Skripsi"

Back To Top