katazikurasana30. Diberdayakan oleh Blogger.

Contoh Makalah Agama Tentang Perkembangan Pendidikan Karakter Anak Bangsa


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sesungguhnya amar ma’ruf nahi munkar merupakan salah satu syi’ar Islam yang agung. Banyak ayat-ayat Al-qur’an maupun hadits yang menunjukkan hal itu, diantaranya adalah ayat 104 dan 110 dari surat Ali-Imron. Kedua ayat ini sering sekali dijadikan landasan oleh para da’i ketika membicarakan tentang amar ma’ruf nahi munkar. Secara terminologi, amar ma’ruf nahi munkar bisa diartikan memerintahkan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Ma’ruf itu sendiri diartikan sebagai segala perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, dan munkar adalah segala perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah. Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk mengartikan dan mengucapkannya, tetapi cukup berat untuk menjalankannya. Amar ma’ruf nahi munkar merupakan satu rangkaian tugas yang harus dijalankan seorang muslim dalam menjalani setiap episode kehidupannya. Tidak bisa dipisah-pisahkan, seperti hanya beramar ma’ruf dan mengabaikan nahi munkar, atau sebaliknya, hanya menjalankan nahi munkar dan meninggalkan amar ma’ruf.

Allah berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 110: yang Artinya: “kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar. Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar, merupakan  pilar dasar  dari pilar-pilar akhlak yang  mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak  bisa ditawar  bagi siapa saja yang mempunyai kekutan dan kemampuan melakukan sesungguhnya diantara peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang mendekatkan diri kepada Allah adalah saling mengarahkan kearah kebaikan dan mencegah kemunkaran.
Sangat menariknya pembahasan masalah ini, yang telah membuat penulis tertarik untuk mengulas sedikit tentang Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar.

B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan penulis maka permasalahan utama makalah ini adalah:
1.      Bagaimana dan sejauhmana Urgensi Amar Ma'ruf Nahyi Munkar ?
2.      Apa Pengertian dan Hukum Amar Ma'ruf dan Nahyi Munkar?
3.      Apa Hikmah Menegakkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar ?

C.    Tujuan penulisan
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk memahmi sejauhmana Urgensi Amar Ma'ruf Nahyi Munkar
2.      Mengetahui dan memahami Pengertian dan Hukum Amar Ma'ruf dan Nahyi Munkar
3.      Untuk mengetahui Hikmah Menegakkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar

D.    Manfaat Penulisan
Penulisan makalah diharapkan memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis dalam upaya meningkatkan pemahaman terkait tentang Pengertian, Hukum dan Hikmah dari Amar Ma'ruf dan Nahyi Munkar.

E.     Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan kajian kepustaakaan dan browsing internet


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Urgensi Amar Ma'ruf Nahyi Munkar
Islam tidak selesai pada kehidupan individu yang lepas dart konteks sosialnya. Lingkungan sosial merupakan ibu pertiwi di mana individu lahir dan eksis. Konsep umrnah dalam al-Quran menekankan kolektfitas manusia dalam mengembangkan hidup dan mengaktualisasikan dirinya. Syariati mendefinisikan ummah sebagai komunitas manusia yang sepakat pada tujuan sama, saling membantu, bergerak ke arah tujuan yang diharapkan dan atas dasar kepemimpinan yang sama. Jika umah berasal dart kata amma yang berarti berniat dan menuju, maka la mengandung makna ikhtiar, gerakan, kemajuan dart tujuan. Jika kata unzah ini berasal kata umm yang berarti ibu, maka umat me njadi semacam ibu pertiwi yang diikat dengan kesamaan akidah.
Kesempurnaan pribadi seorang muslim dinyatakan dalam kebersamaannya. Pertama, kebersamaan dengan Khaliknya dalam seluruh fikiran, kesadaran dan aktivitasnya (haablum Alianllah). Kedua, kebersamaan dengan lingkungan sosialnya (hablum minas). Karena itu nilai dan kualitas keislaman seseorang, di samping ditentukan oleh ibadahnya, saugat tergantung juga kepada kontribusinya terhadap lingkungan sosialnya. Umatan wahidah (QS.21:92, 23:52) dapat ditafsirkan sebagai kolektif manusia yang bergerak secara dinamis dan memiliki komintmen vertikal dan komintmen horizontal secara inte­gral. Said I fawa menafsirkan umat yang satu itu adalah umat Islam. Umat tersebut adalah urnat para nabi sejak Nabi Adam sampai Muhammad SAW. Sepanjang sejarah mereka mernbentuk satu umat.
Islam memiliki cita-cita sosial yang sangai indah, memiliki visi, misi dan strategi perubahan yang jelas. Konsep umtan wasatha (QS.2:43) menempatkan komunitas muslim pada posisi moderasi dan berfungsi teladan dan patron (syuhada) bagi yang lain sebagai konsekwensi dari kebenaran dan keadalian yang diaktualisasikannya. Ini tiada lain karena Muslim memiliki komitment vertikal dan horizontal yang integral tadi. Sedangkan konsep khoiri ummah yang tercantum pada QS.3:1 10 menempatkan umat Islam pada derajat tertinggi, di samping mengungkapkan strateginya yang sangat penting dalam perjuangan menggapainya, yaitu Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar. Mempcrhatikan karakter teks bahasa Arab dalam ayat tersebut dapat dipahami bahwa khoiri ummah itu akan tercapai apabila Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar yang berangkat dari landasan dan tolak ukur iman penuh kepada Allah benar-benar jadi kenyataan dalam kehidupan muslim.
Dari dua ayat itu umat Islam harus yakin bahwa islam akan mampu mengantarkan umatnya pada posisi umatan wasatha dan khoiri ummah, manakala muslim betulrbetul konsisten dengan komitmennya dan bergerak dinamis merealisasikan strategi perubahannya. Cita-cita kemulyaan Islam dan umatnya bukan untuk ditunggu, melainkan harus diupayakan dan diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Islam tidak mungkin bekerja sendiri dalam diri manusia, dan di antara strategi penting untuk mengawal dan menegakkan kemulyaan hidup muslim adalah Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar. Itulah sebabnya AI-Gazali mengatakan bahwa A Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar merupakan puncak kepentingan dalam Islam, untuk itulah para rasul diutus. Jika Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar diabaikan baik secara teoritis manupun praktis maka kejahatan akan merajalela, kesesatan merasuk berbagai segi kehidupan, maksiat dan pelanggaran hukum dianggap lumrah, dan akhirnya tatanan kehidupan secara luas berantakan.
Ada dua kelompok manusia yang menaiki sebuah perahu besar. Satu kelompok duduk di bagian atas dan satu lagi di bagian bawah. Tatkala kelompok bagian bawah perlu air berkata kepada orang yang ada di bagian atas: “Tuan-tuan karena kami perlu air dan agar tidak mengganggu tuan-tuan di atas, idzinkanlah kami melubangi perahu ". Apabila or­ang-orang yang ada di atas membiarkan mereka melubangi perahu, maka semauanya akan celaka (tenggelam), dan apabila yang di atas segera mencegah mereka, semuanya akan selamat. Inilah perumpamaan yang dikemukakan oleh Rasulullah saw tentang pentingnya Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar. Orang beriman harus bagaikan satu badan yang kompak dalam menata kcsolchan lingkungannya. Seorang muslim tidak bisa soleh sendirian harus memiliki kepedulian terhadap baik buruk orang lain di lingkungannya. Jika tidak melakukan Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar sama artinya dengan membiarkan ancaman bahaya menghampri dirinya.
Hancurnya Bani Israil dan jatuhnya kutukan Allah kepada mereka antara lain karena mereka tidak melaksanakan Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar. Lengkapnya cerita dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Daud dan Turmudzi yang diterima dari Ibn Mas’ud Penyebab utama hancurnya Bani lsrail adalah: Tatkala seorarig (saleh) di antara mereka bertemu dengan orang yang melakukan maksiat, lantas ia berkata: “Bertakwalah kalian kepada Allah, dan  jangan berbuat begitu, karena perbuatan itu tidak boleh bagimu”. Keesokan harinya orang saleh itu bertemu lagi dengan orang yang sama masih melakukan perbuatan seperti kemarin. Akan tetapi kali ini ia tidak melarangnya, malah la bergabung dengannya, makan, minum, dan duduk bersama dengan orang itu. Maka tatkala mereka telah berbuat seperti itu, Allah manyatukan hati mereka (menyamakan hati mereka dengan hati pelaku maksiat sebab pada dasarnya mereka telah bekerja sama dalam kemaksiatan). Kemudian Rasulullah saw membacakan ayat (Q.S. AI-Maidah [5]: 78-81)
"Telah dilaknat orang-orang kajir dari Bani Isnail melalui lisan Nabi Daud dan Isa putra Maryam. Hal demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak suka melarang kemunkaran yang mereku lakukan. Sungguh mat buruk apa yang mereka perbuat. Kamu melihat kebanyakan dari nrereka mengangkat orang-orang kafir sebagai pimpinan. Sungguh amat buruk apa yang mereka canangkan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka dan mereka akan kekal di dalam adzab. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, nabi dan apa apa yang diurunkan kepada mereka, tentu mereku tidak akan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin. Akan tetapi kebanyakan mereka adalah orarrg-orang, fasik.

Setelah membacakan ayat itu beliau bersabda lagi: “Ingatlah, demi Allah, Kalian harus melakukan Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran), kalian harus memegang tangan yang dzalim, dan  kalian harus menyeretnya kcpada jalan yang benar”.
Hadits tentang kehancuran Bani Israil tersebut memberi pelajaran kepada umat ini, bahwa hancur dan sirnanya kebenaran itu bukan oleh pihak-pihak yang memusuhinya. Kebenaran bisa hancur apabila para pemelanya sudah tidak konsisten dalarm menjalankan dan membelanya. Pokok kekuatan Islam bukan tertumpu pada penataan kekuatan senjata untuk menghadang pihak luar yang memusuhi. Pokok kekuatan Islam lebih tertumpu pada pelaksanaan ajaran dalam kehidupan umat Islam. Betapapun muslim kuat dari segi ilmu dan  teknologi dalam menghadapi ancaman luar, tetap kekuatan senjata itu tidak banyak berarti apabila di belakangnya di kendalikan oleh hati orang-orang yang tidak memiliki komitmen yang sungguh-sungguh pada Islam dan  tidak terbina oleh amal-amal Islami. Di sinilah a Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar menjadi sangat penting dalam mendekatkan Muslim kepada Islam dan  menciptakan lingkungan yang Islami.

B.     Pengertian Dan Hukum Amar Ma'ruf dan Nahyi Munkar
Terdapat sebanyak 38 kali kata ma'ruf digunakan dalam al-Quran, belum termasuk kata jadian atau akarnya, seperti urf, arafa dan lain sebagainya. Secara harfiah kata erarti diketahui. Maksudnya apa yang dipandang sebagai yang telat diketahui, dan  dikenal, dan  secara sosia( dapat diterima. Hampir sernua kata rna'ruf memiki makna yang tidak keluar dari kebaikan, kepatututan dan  kelayakan. Bahkan kata urf (QS. 7:199) oleh Imam Bukhari ditafsirkan dengan arti ma'ruf. Bila menganalisis penggunaan kata itu, dalam al-Quran terlihat bahwa arti kebaikan. kelayakan atau kepatutan sebagai sesuatu yang telah diketahui atau dikenal itu tidak tanpa batas. Setidaknya ada dua batas nilai yang memberikan ruang luasnya arti ma'ruf Pertama, bahwa pengertian baik, layak dan patut berarti diakui dan diterima oleh budaya atau adat lokal. Kedua, bahwa baik, layak atau patut itu berarti diterima atau tidak bertentangan dengan syara. Karena itulah ma'ruf ini sering diberi definisi sebagai sesuatu yang kebaikan, kepatutan atau kelayakan yang dapat diterima oleh budaya atau adat dan tidak ditolak oleh syara. Maka tolak ukur itu pada dasarnya barada pada syara, artinya baik, patut atau layak itu menurut syara. Sekalipun budaya atau adat membenarkan tetap tidak bisa diterima jika bertentangan dengan syara.
Antitesis dari ma'ruf adalah munkar yang secara harfiah berarti tidak diketahui atau asing. Terdapat sebanyak 18 kali pengulangan kata munkar 10 kali daripadanya merupakan pasangan dari amar ma'ruf. Tatkala keduanya dikombinasikan maka kedoa istilah itu memiliki pengertian yang komprehensif yaitu baik secara religius dan buruk secara religius. Ma'ruf berarti segala sesuatu yang terjadi dari dan  sesuai dengan nilai dan  kebenaran agama, dan  munkar berarti segala sesuatu atau perbuatan yang bertentangan dengan nilai dan kebenaran agama.
Untuk merealisasikannya Al-Quran menggunakan kata umar (menyuruh/memerintahkan) untuk tindakan menuntut pelaksanaan dan kata nahy (mencegala/melarang) untuk tindakan peucegahan. Dalam bahasa Arab kedua istilah tersebut mcmiliki makna yang bersifat imperatif, menempatkan pelakunya ada pada posisi lebih tinggi dan boleh memaksa. Hal ini tidak berarti bahwa pelaksanaan amar ma'ruf dan nahyi munkar boleh dengan cara otoriter. Penggunakan kata ini lebih menekankan pada perlunya dilaksanakan, bahkan kalau pun sampai memaksa tetap harus dengan cara yang ma'ruf Jangan sampai mencegah kemungkan dengan cara yang munkar atau malah menimbulkan kemunkaran lain. Sebab, tindakan amar ma'ruf dan nahy munkar pada hakikatnya merupakan tindakan membentengi diri dan menjaga hak orang lain untuk bebas dari ganguan/pengaruh kemunkaran. Itulah sebabnya banyak ulama yang menepkann hukumnya wajib, atau pal­ing tidak wajib kifayah. Artinya, jika terjadi suatu kemunkaran tapi tidak dicegah, padahal ada orang yang bisa melakukannya, maka dosanya kena kepada semua orang yang kena kewajikan tersebut. Kewajiban ini pun beda-beda tingkatannya sesuai dengan kafasita, dan  otoritas yang dimilikinya.
Memperhatikan ayat-ayat Al-quran tentang kewajiban ini ditemukan ayat yang menekankan kewajiban Amar Ma'ruf dan Nahyi Munkar secara pasti dan menyatakan bahwa keberuntungan dan kebahagian oran Islam dikaitkan dengan pelaksanaan Amar Ma'ruf dan Nahyi Munkar. (QS.3:104).Wujud kesatuan dan  saling bantu di antara orang beriman terutama harus direalisasikan dengan Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar dan mendirikan shalat (QS.9:71). Ada ancaman keras dari Allah melalui peristiwa yang menimpa Bani Israil. Mereka hancur dan  mendapat kutukan dari Allah karena mereka tidak melarang kemunkaran (QS.5:78-79). Sebaliknya Allah memberikan jaminan keselamatan hagi or­ang yang melakukan Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar, walau orang dzalim lainnya tengah mendapat adzab (QS.7:165).Bahkan Allah mcnjanjikan khoiru ummah apabila melaksanakan Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar. (QS.3:1I0).
Jika kepentingan utama anzar ma'ruf dan  nahyi munkar adalah menyebarkan dan  mengembangkan ma'ruf seluas-luasnya dan memusnahkan segala bentuk kemunkaran, maka tindakan amar ma'ruf dan  nahyi munkar terkait dengan syarat, di mana tindakan tersebut memiliki pengaruh. Jika tindakan itu diyakini tidak akan mcmbawa pengaruh sama sekali, maka amar ma'ruf dan hahyi munkar itu tidak menjadi wajib pada saat itu. Sedang apabila kepentingan utama tindakan amar ma'ruf dan nahyi munkar itu untuk menegakkan kemaslahatan, maka hukumnya tetap wajib asal dapat diyakini bahwa tindakan itu tidak menimbulkan masadat (kerusakan) yang lebih besar. Dua syarat tersebut memastikan adanya pengetahuan tentang perbuatan atau tindakan tepat untuk dilakukan. Apabila tidak diketahui perbuatan yang harus dilakukan, tidak mengetahui kemungkinan pengaruh yang akan terjadi, maka amar ma'ruf dan  nahyi munkar menjadi tidak wajib. Ini menghidari agar tindakan amar ma'ruf dan  nahyi munkar tidak dilakukan oleh orang bodoh sebagaimana dikatakan di dalam hadits yang dapat menimbulkan kerusakan lebih banyak daripada perbaikan (Murtadha Muthahari, 92:71).

C.    Pengaruh Kemunkaran
Bencana yang paling berbahaya mengancam kehidupan masyarakat muslim adalah bencana kemunkaran. Tidak ada bencana lebih hebat dalam merusak tatanan kehidupan muslim melebihi kemunkaran. Apabila kemunkaran dibiarkan merajalela merasuki kehidupan suatu masyarakat, maka kedahsyatan dan  kedalaman rasukannya lebih berbahaya daripada menjalarnya bibit penyakit paling menular sekalipun. Kemunkaran dan dosa dosa yang ditimbulkannya dapat merasuki hati, meracuni fikiran, melemahkan dorongan berbuat baik, membutakan mata hati, menghilangkan rasa malu, menjauhkan fikiran dan  kesadaran dari mengingat Allah, menimbulkan berbagai rasa takut, khawatir dan  gelisah di dalam hati, menjungkir balikan kemulyaan manusia menjadi kenistaan, dan  lain sebagainya seperti yang dikemukakan Ibn Qayim dalam Ad-Daa'u wad Dawaa'u.
Berbagai bencana atau musibat yang menimpa manusia dahulu atau sekarang, baik  bencana alam (banjir, longsor, kebakaran), krisis ekonomi, politikl, budaya, keamanan dan kamanusiaan, sesungguhnya memiliki kaitan langsung atau tidak langsung dengan adanya ketnunkaran dan  dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia. Demikianlah al-Quran (Q.S. al-Ankabut [29]: 40) mengungkapkan kenyatan-kenyataan tersebut. Kekayaan atau kesejahteraan materi saja bisa berbalik menjadi bencana, jika dikendalikan oleh fikiran dan  hati yang dilumuri oleh kemunkaran dan  dosa. ltulah sebabnya Islam sangat tegas dan  gigih dalam memberantas kemunkaran. Dengan menggunakan istilah Amar "Idruf dan  nahyi munkar menunjukkan bahwa memberantas kemunkaran merupakan kewajiban, bahkan untuk kemunkaran-kemunkaran tertentu Islam menetapkan hukuman yang keras dan  tegas dalam bingkai keadilan Ilahi.
Selama ini pembicaraan tentang kemunkaran lebih banyak diarahkan kepada kemunkaran yang konkrit, sedangkan kemunkaran abstrak hampir luput dari perhatian. yang dimaksud dengan kesasunkaran konkrit adalah perbuatan ntenyimpang yang secara fenomenal mudah terbaca sebagai kemunkaran. Sedang yang dimaksud dengan kemunkaran abstrak adalah kernunkaran yang bersifat halus dan jejak kemunkarannya tidak mudah terbaca, baik karena bentuknya yang berupa fikiran atau konsep yang dalam atau karena terselimuti oleh fenomenal yang menampakan ma’ruf. Tak jarang ditemukan kemunharan yang dibungkus dengan kebaikan. Tak jarang konsep praktis yang datang dari luar sangat menarik dan  mengagumkan, tapi tatkala digali pada tataran filosofisnya ditemukan pertentangan yang sangat mendasar dengan akidah. Kemunkaran semacam ini termasuk yang sangat berbahaya. Dengan tersebarnya kumunkaran semacam ini orang tidak akan mengetahui dan merasakan hal-hal yang janggal, tahu-tahu cara berfikir dan gaya hidupnnya  sudah jauh dart kebenaran

D.    Pencegahan Kemunkaran
Dalam hal pencegahan kemunkaran hadis menggunakan istilah taghyir (merubah). Perubahan maksudnya adalah peruhahan kearah perhaikan. Jadi subaansi pencegahan ini adalah perubahan untuk perbiakan. Ini mengimplikasikan bahwa muslim harus benar-­benar peka dari dinamis dalam merespon kondisi lingkungan khususnya dalam merespon kenyataan lingkungan yang munkar Sebab, membiarkan dari tidak mencegah kemunkaran, padahal mampu melakukannya, termasuk pihak yang mendukung kemunkaran.
Massalah pencegahan kemunkaran menjadi kewajiban yang mendapat perhatian khusus dalam Islam, sehingga derajat keimanan seseorang dikaitkan langsung dengan kesungguhan dan kemampuannya dalam mencegah kemunkaran. Rasuluullah Saw. bersabda: Barangsiapa melihat kemunkaran hendaklah ia merubahnya dengan tanganya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan tindakan itu merupakn selemah-lemahnya. Hadis ini langusng menetapkan adanya tiga tingkat strategi pencegahan kemunkaran.
Pertama, dengan tangan yang dapat diartikan kekuasan atau kewenangan. Pihak yang pertama-tama kena dengan kewajiban ini adalah pemerintah atau penguasa, sesuai dengan amanat dan  kekuasaan yang diembannya. Pemerintah sesungguhnya merupakan pewujudan dari harapan-harapan masyarakatnya yang karenanya memiliki amanah dan kewajiban yang mengikat. Penggunaan kekuasaan untuk Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar oleh pemerintaha termasuk kewajiban pokoknya dalam rangka memberikan hak masyarakat, yakni ketertiban, ketenangan, dan kebebasan dari tekananan/gangguan pihak lain, khususnya kemunkaran. Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar melalui kekuasaan memiliki tingkat efektivitas yang sangat tinggi dibanding dengan sekedar seruan atau himbuaun Majiis ulama yang tidak punya daya tekan apa-apa. Terlebih menyangkut praktek-praktek kemunkaran yang kadang-kadang dilindungi oleh kekuatan tertentu. Realisinya sangat tergantung kepada bentuk dan sifat kemunkaran bersangkutan. Ada kemunkaran yang terang-terangan dari ada yang tersembunyi. Ada kemunkaran yang sengaja dan disadari dan  kemunkaran yang tidak disadari, dan seterusnya,
Pihak berikutnya adalah para orang tua, para pendidik dart para pimpinan lembaga, perusahaan dan kantor-kantar. Mereka ini memiliki wewenang dan tanggung jawab yang langsung tentang orang-orang yang di bawah tanggung jawabnya. Seorang suami memiliki tanggung jawab tentang isteri dart anak-anaknya, seorang pendidik memiliki tanggung jawab tentang anak didiknya, dan  seorang pimpinan lembaga, perusaan dan kantor-kantor memiliki tanggung jawab tentang bawahannya. Dalam Islam tanggung jawab ini tidak sebatas kehidupan duniawi, melainkan akan terbawa pada kehidupan setelah mati. QS. An-Nahl:25 menegaskan bahwa mereka pada hari kiamat akan memikul dosa-dosa secara penuh, bahkan dosa orang-orang yang disesatkan oleh mereka. Penyesatan dalam ayat tersebut berkonotasi sesat secara umum, termasuk orang yang membiarkan orang bodoh melakukan suatu kebodohan sehingga ia celaka atau mencelakakan yang lain, tapi tidak dicegahnya padahal ia mampu melakukannya, maka orang itu akan dituntut atas nama hukum dan  syariat.
Kedua, dengan lisan, yaitu segala bentuk ucapan atau tulisan yang berupa ajakan atau nasihat. Ajakan atau nasihat ini diharapkan mampu memberikan pengaruh yang positip. Sasaran ajakan dan  nasihat adalah hati. Karena itu harus keluar dari hati. Biasanya yang sampi ke dalam hati adalah yang keluar dart hati juga. Ajakan atau nasihat yang disertai dengan kesungguhan dan keihlasan akan memiliki kekuatan yang lebih dibanding dengan ajakan yang polos apalagi palsu. Ini berarti bahwa orang yang mengajak atau memberi nasihat tersebut tidak sekedar cnenyampaikan atau mendemontrasikan kepalsuan dirinya, melainkan orang yang mampu mengajak dengan lisan dan amal sekaligus Itulah sebabnya al-Quran (QS. 16:125) meredaksikannya dengan hikmalr dan mauidhoh hasanalr. Sebagian ulama menafsirkannya orang yang menyampaikannya harus benar-benar telah memiliki akhlak baik dan  tampil sebagai orang yang bisa diteladani di tengah masyarakatnya, sehingga bila mereka mengikuti dan  mentaati ucapannya didasari dengan rasa pencaya kepadanya.
Orang yang memiliki tanggung jawab untuk Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar antara lain adalah para tokoh agama, tokoh pendidikan, ilmuan, para penyiar, para penulis dan  semua pihak muslim memiliki kesempatan untuk mclakukan perubahan melalui ucapan atau tulisan. Mereka memiliki kewajiban untuk melakukan perubahan khususnya pencegahan kemunkaran sesuai dengan kafasitas dan  kemampuan yang dimilikinya. Para tokoh agama seyognya tidak berhenti berfikir mencari metode dan  pendekatan terbaik untuk mengajak dan menasihati umat agar terbebas dari segala bentuk kemunkaran. Sclama ini masyarakat memandang tokoh agama sebagai pihak yang paling berkompeten dalam hal ini, karena ajakan atau nasihat selama ini seakan selalu harus mendapat rujukan langsung dari simbok agama, walau sesungguhnya tidak selalu mesti demikian. Ini merupakan tuntutan vang serius agar para tokoh agarna ini betul mampu tampil sebagai teladan.
Pendidik memiliki posisi yang sangat strategis dalam mengembangkan ma'ruf dan  mencegah munkar. Pendidik atau pengajar bidang apa pun kalau ia seorang Muslim memiliki tanggung jawab moral tentang anak didiknya, di samping tanggung jawab pendidikan atau pengajaran bidangnya. Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar  melalui pendidikan dan pengajaran akan sangat efektif jika mendapat perhatian yang layak dan dilaksanakan dengan baik. Pendidikan dan pengajaran baidang apa pun tidak berujung pada sekedar trasfer informasi tentang ilmu pengetahuan atau teknologi. Esensi pendidikan adalah petnbinaan akhlak. Ini merupakan tanggung jawab semua pendidik/pengajar muslim. Pendidikan dalam Islam tidak mend ikotomiskan ilmu dengan agama dan tidak membedakan dunia dan  akhirat. Semua yang di dunia ini harus bernilai dan  berdimensi akhirat.
Karena itu perhatian yang serius dalam pengembangan bidangnya, baik menyangkut materi, metode atau tujuannya seyogyanya disertai dengan kesungguhan mengembangkan makna-makna esensial (essential meaning) bagi kehidupan anak dari bidang kajian bersangkutan. Sudah waktunya para pendidik/pengajar muslin berusaha melandasi, memaknai dan  mengarahkan seluruh upaya dan  tujuan pendidikannya sesuai nilai-nilai Islam. Pendidikan/pengajaran yang dikem-bangkan dengan paradigma atau nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam, baik dalam tataran filosofis atau praktis ., termasuk kemunkaran yang harus dirubah. Karena itu hal ini termasuk kewajiban para pendidik/pengajar muslim.
Ilmuan dan  para penulis, termasuk para wartawan, memiliki posisi yang sangat strategis dan memiliki tanggung jawab yang serius dalam pengembangan ma'ruf dan pencegahan munkar. Para ilmuan muslim mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam pengembangan disiplin ilmunya. Dalam pandangan Islam, ilmu merupakan hasil kajian manusia terhadap tatanan aturan Allah yang diberlakukan pada alam (sunntulluh). Pada udara ini ternyata; terdapat oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia, dan  ternyata oksigen tersebut dikeluarkan oleh tumbuh-tumbuhan. Dalam hal ini manusia tidak menciptakan oksigen, manusia hanya menemukan. Jadi sepantasnyalah ilmu itu mampu mempertemukan manusia dengan sumber utama ilmunya (Tuhan). Sangatlah ironis kalau ilmu malah menjauhkan atau menyesatkan manusia daripada-Nya. Membiarkan ilmu menjauhkan apalagi menyesatkan manusia dari Khaliqnya, sama artinya dengan membiarkan kemunkaran. Membiarkan kemunkaran sama artinya dengan mendukung atau melaksanakan kemunkaran. Karena itulah, seyogyanya para ilmuan terus menerus bekerja keras melandasi, mengakuai dan menga-rahkan pengembangan ilmunya, sehingga baik prosesnya maupun hasilnya menjadi amal shaleh yang sangat luas dampaknya. Dan hal ini sesungguhnya merupakan kebutuhan yang lebih hakiki dibanding dengan imbalan materi yang kadang tidak seberapa. Satu teori saja yang dikembang secara islami, kemudian dipelajari dan dimanfaatkan oleh generasi berikut, akan menjadi warisan amal shaleh yang tak terhingga luas dan  batasnya. Sebaliknya        satu kata yang menyesat, kemudian dipelajari dan dimanfaatkan oleh penerusnya, maka akan menjadi kemunkaran yang hergulir terns-menerus, yang harus dipertanggung jawabkan nanti di hari kiaman (QS. An-Nahl [16]:25)
Ketiga, dengan hati. Orang yang tidak mampu mencegahnya dengan tindakan dan ucapan, tidak herarti ia hanya diam, memajamkan mata dan  menutup telinga. Sebab, jika hanya demikian, walaupun hatinya benar-benar mengingkarinya, sikap itu tidak memiliki pengaruh apa-apa. Bahkan jika pengingkaran itu hanya terkubur dalam hatinya, tidak adu sikap konkrit yang memperlihatkan suasana batinnya, maka sama saja dengan membiarkan atau merestui kemunkaran tersebut. Seyogyanya pengingkaran hati tersebut dapat dibaca  melalui sikap yang nyata.

E.     Hikmah Menegakkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Sesungguhnya termasuk pengertian dari nama Allah al-Hakiim (Dzat Yang Maha Bijaksana) adalah tersimpannya banyak kebaikan bagi para hamba dalam amalan-amalan yang dititahkan-Nya, dan adanya berbagai kerusakan serta bahaya dibalik perkara-perkara dilarang-Nya. Maka takala perintah untuk melaksanakan ibadah yang agung ini Allah sampaikan kepada umat Islam, pastilah tersimpan banyak rahasia kebaikan di dalamnya. Berikut ini di antara hikmahnya yang luhur:
Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar merupakan salah satu bentuk iqâmatul hujjah (penyampaian hujjah, keterangan yang jelas akan kebenaran dari Allah Ta’ala ) bagi seluruh umat manusia secara umum, dan para pelaku maksiat secara khusus. Sehingga ketika turun musibah dan bencana mereka tidak bisa berdalih dengan tidak adanya orang yang memberikan peringatan dan nasehat kepada mereka. Mereka juga tidak bisa beralasan dengan hal yanga sama di hadapan Allah Ta’ala kelak. Allah Ta’ala berfirman:  "Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasu-rasul itu diutus. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".  (Qs an-Nisâ/4:165)
Dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar akan terlepas tanggungan kewajiban untuk melaksanakannya (lazim disebut barâtu dzimmah) dari pundak orang-orang yang telah menjalankannya. Allah Ta’ala berfirman :“maka berpalinglah engkau dari mereka, dan engkau sekali-kali tidaklah tercela”.(Qs adz-Dzâriyât/51:54)
Membantu saudara seiman untuk melaksanakan kebajikan, sebagai realisasi firman Allah Ta’ala : “Dan tolong-menolonglah kalian dalam melaksanakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan”. (Qs al-Mâidah/5:2)  Seorang Muslim yang sejati, adalah orang yang menyukai kebaikan ada pada saudaranya seiman, seperti dia menyukai hal itu ada pada dirinya. Karenanya, dia bersungguh-sungguh untuk mengajak saudaranya seiman untuk menggapai pahala dan menjauhi dosa.
Amar ma’ruf nahi munkar adalah salah satu sebab terbesar untuk mendapatkan kepemimpinan (penguasaan) di muka bumi. Allah yang telah menciptakan bumi, maka Dia Ta'ala lah yang berhak mengangkat penguasa di muka bumi tersebut. Allah Ta’ala berfirman menyebutkan ciri-ciri para penguasa pilihan-Nya:“Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong (agama)-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di muka bumi, mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah dari yang munkar, dan kepada Allah lah kembali segala urusan.” (Qs al-Hajj/22: 40-41)



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar salah satu Pokok kekuatan Islam bukan tertumpu pada penataan kekuatan senjata untuk menghadang pihak luar yang memusuhi. Pokok kekuatan Islam lebih tertumpu pada pelaksanaan ajaran dalam kehidupan umat Islam. Betapapun muslim kuat dari segi ilmu dan  teknologi dalam menghadapi ancaman luar, tetap kekuatan senjata itu tidak banyak berarti apabila di belakangnya di kendalikan oleh hati orang-orang yang tidak memiliki komitmen yang sungguh-sungguh pada Islam dan  tidak terbina oleh amal-amal Islami menjadi dalam mendekatkan Muslim kepada Islam dan  menciptakan lingkungan yang Islami. Bencana yang paling berbahaya mengancam kehidupan masyarakat muslim adalah bencana kemunkaran. Tidak ada bencana lebih hebat dalam merusak tatanan kehidupan muslim melebihi kemunkaran.
Massalah pencegahan kemunkaran menjadi kewajiban yang mendapat perhatian khusus dalam Islam, sehingga derajat keimanan seseorang dikaitkan langsung dengan kesungguhan dan kemampuannya dalam mencegah kemunkaran. Rasuluullah Saw. bersabda: Barangsiapa melihat kemunkaran hendaklah ia merubahnya dengan tanganya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan tindakan itu merupakn selemah-lemahnya. Hadis ini langusng menetapkan adanya tiga tingkat strategi pencegahan kemunkaran.

B.     Saran
Hendakanya pemahaman mengenai Amar Ma'ruf Nahi Munkar senantiasa senantiasa diterapakan sejaka dini, selain itu juga Hikmah Menegakkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar, bukan sekedar di dipahami saja tetapi di realisiskan dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Nur Kholis bin Kurdian (2010) Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Sumber:http://majalahassunnah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=72&Itemid=94 diakses tanggal 07/10/2012 jam 16.54 wib

Tim Dosen UPI (2009) : Buku Ajaran Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam. Bandung : Value Press

Muhammad Ihsan (2012) Terjemahan Surat : Ali-Imran
Sumber:http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_surah.asp?pageno=6&SuratKe=3#Top diakses tanggal 07/10/2012 jam 17.14 wib

Mukholis (2011) : Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Sumber : http://www.scribd.com/doc/79562511/Makalah-Amar-Ma-Ruf-Nahi-Mungkar diakses tanggal 07/10/2012 jam 17.32 wib
0 Komentar untuk "Contoh Makalah Agama Tentang Perkembangan Pendidikan Karakter Anak Bangsa"

Back To Top